Search Candy and Chocolate

Menyantap Cokelat, Menyantap Kamasutra

>> Tuesday, December 4, 2007

KEHIDUPAN seperti sekotak cokelat, kita tidak pernah tahu rasa apa yang akan kita dapatkan. Ungkapan yang diambil dari film berjudul Forrest Gump ini tidak berlebihan bila Anda menempatkan cokelat dalam kehidupan masyarakat pelahap cokelat Barat. Dalam satu kotak cokelat praline (pralin), kita tidak pernah tahu apa isi yang terdapat di dalam tiap potongnya.
PRALIN-cokelat yang diberi isi-dimaksudkan memberi kejutan kepada pencicipnya. Ada pralin berongga yang berisi cairan minuman beralkohol, ada pralin yang diisi cokelat juga tetapi diberi rupa-rupa aroma alami atau minuman beralkohol seperti sampanye atau likor. Ramuan ini merupakan rahasia setiap pembuat cokelat sehingga rasa cokelat Godiva yang hanya dijual di kota dunia tertentu dan di toko khusus berbeda dari cokelat merek lain. Di dalam setiap kotak, biasanya penjual akan memasukkan bermacam-macam rasa untuk Anda tebak tiap kali Anda memasukkan sepotong cokelat ke mulut.
Ada begitu banyak variasi cokelat menunjukkan perjalanan panjang makanan yang asal bahan bakunya kokoa, dari Amerika Selatan ini dalam sejarah manusia. Aneka variasi ini juga menunjukkan tingkat pencanggihan cokelat untuk memenuhi selera yang terus berkembang.
Di Jakarta, cokelat pun diadopsi sebagai bagian gaya hidup. Sulit mendapat angka statistik besarnya konsumsi cokelat, tetapi secara kasatmata toko yang khusus menjual cokelat bertambah, begitu juga dengan merek cokelat baru. Belum lagi aneka kue yang memakai pelapis atau isi cokelat yang ketika sampai di lidah terasa seperti meleleh karena lembutnya.
Indikator naiknya tingkat kemakmuran sebagian anggota masyarakat? Perlu ahli ekonomi untuk menjawab pertanyaan ini. Yang jelas di Jakarta rentang harga cokelat sangat lebar, mulai dari Rp 700 per batang sampai Rp 800.000 untuk satu ons cokelat pralin. Karena itu, ada yang dijual dalam bentuk permen loli yang hanya terasa manis tanpa ada rasa pahit khas cokelat serta roma yang harum, tetapi ada pula yang disajikan sebagai penutup jamuan makan malam di hotel bintang lima.
Rentang harga yang begitu lebar mewakili jenis bahan baku yang dipakai selain tentu saja harga gengsi yang melekat pada produk tersebut. Cokelat yang berharga Rp 700 itu mungkin hanya warnanya saja yang cokelat, tetapi tidak mengandung cukup kakao dan jumlah terbanyak adalah lemak nabati dan gula. Meskipun sama-sama tumbuhan, lemak cokelat tidak disebut lemak nabati seperti lemak yang berasal dari sawit, kedelai, biji bunga matahari, dan tanaman penghasil minyak nabati. Karena sifat kimia dan fisikanya yang khas, lemak kakao, ya, disebut sebagai lemak kakao saja atau cocoa butter. Lemak kakao itu yang akan menentukan bagaimana cokelat akan meleleh begitu sampai di lidah.
Adapun cokelat yang berharga ratusan ribu rupiah itu dibuat dari lemak kakao dan cocoa liquor yang dibuat dari pasta hasil menggiling biji kakao yang sudah difermentasi, tanpa campuran lemak nabati dalam ramuan tertentu ditambah isi yang juga dibuat khusus. Bila cokelat itu diterbangkan dari negara asalnya dalam bentuk produk akhir seperti cokelat Huize van Wely yang diterbangkan sebagai produk akhir dari Noordwijk di Belanda ke toko cokelat dengan nama sama di Kemang, Jakarta Selatan, tak heran harganya bisa menjadi begitu mahal.
"SIAPA sih yang tidak suka cokelat? Dari anak-anak sampai orang dewasa, semua makan cokelat. Dari yang harganya ratusan rupiah sampai belasan ribu rupiah per potong, semua memiliki pasar," kata Louis Tanuhadi, Manajer Pengembangan Bisnis Nasional The Embassy Tulip of Chocolate. Tulip adalah produsen cokelat untuk industri dan penamaan embassy (kedutaan besar) lebih untuk tujuan promosi bahwa cokelat merupakan sebuah wilayah khas dan unik. "Sekarang orang sudah mau membeli sepotong kecil cokelat dengan harga Rp 3.500. Kalau dulu, kan banyak orang merasa sayang. Lebih baik uang segitu dipakai beli nasi atau roti, lebih ngenyangin," tambah Tanuhadi.
Dieter Speer yang memiliki jabatan sebagai duta besar The Embassy Tulip of Chocolate setuju bahwa cokelat merupakan bagian dari gaya hidup untuk masyarakat kelas menengah-atas untuk memuaskan cita rasa mereka yang sudah beranjak dari sekadar memenuhi kebutuhan dasar hilang dari rasa lapar.
Dapur Cokelat di Jalan KH Ahmad Dahlan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, membuka toko karena tumbuhnya kebutuhan akan cokelat sebagai gaya hidup. Pilihan pada cokelat ternyata tidak salah. Saat hari Valentine bulan Februari lalu, toko yang baru berusia dua tahun ini kebanjiran pembeli anak-anak remaja sampai-sampai toko tutup lebih awal dari biasa.
"Kami sampai membatasi pembelian mereka. Kalau sudah dapat enggak boleh beli lagi. Biar adil, semua kebagian," kata Herni Indriasari yang menjadi penyelia di Dapur Cokelat Jalan KH Ahmad Dahlan yang desain interior tokonya dibuat semirip mungkin dengan dapur di rumah kebanyakan sehingga pembeli merasa akrab.
Khusus untuk hari Valentine itu, Dapur Cokelat membuat cokelat berbentuk hati dalam beragam ukuran dan harga, mulai dari Rp 500 sampai Rp 30.000 per buah. Toko yang berukuran mungil itu juga kebanjiran pembeli ketika menjelang Paskah dan Natal. Harga yang relatif terjangkau banyak kalangan serta ragam yang lumayan banyak, menjadikan Dapur Cokelat salah satu toko cokelat favorit.
Selain cake dengan lapis cokelat, Dapur Cokelat juga menjual penganan seperti keripik singkong yang dicelup cokelat. Sementara pralin mereka memiliki rasa kopi, mint yang segar, jeruk, beri biru, stroberi, dan kismis dengan harga Rp 10.000 per ons. Sementara pralin yang diisi rum atau brandi dihargai lebih mahal, Rp 15.000 per ons. "Jenis ini yang beli umumnya anak-anak muda," tutur Herni yang mengatakan harga yang terjangkau itu karena Dapur Cokelat menggunakan bahan baku cokelat blok buatan Indonesia.
Paduan rasa pahit yang unik dengan aroma khas kakao dalam menghasilkan cokelat yang legit dan tidak menyangkut di leher ketika ditelan adalah rahasia sukses setiap merek cokelat. Adapun untuk pralin, ciri khas dan kelezatan ada pada isi. Ini pula yang membuat Orasa Mandiraatmadja berani membuka toko kue dan cokelat Le Luxe untuk melengkapi restoran masakan Thailand Jitlada yang sudah berdiri sebelumnya. Pralin di Le Luxe memiliki rasa kacang-kacangan hingga aneka buah-buahan termasuk alpukat. Tetapi, yang menurut Orasa merupakan keunikan Le Luxe dan tidak terdapat di toko cokelat lain adalah cokelat Kamasutra.
Cokelat Kamasutra yang dibuat dalam dua jenis warna, yaitu putih dan cokelat itu penamaannya meminjam judul buku kuno dari India tentang teknik bercinta dan membentuk profil beberapa adegan Kamasutra. "Biasanya pembelinya orang asing dan mereka membeli untuk dihadiahkan kepada teman. Ada juga yang membeli untuk dipajang karena kata mereka unik," jelas Orasa di tokonya yang berada di kawasan Jalan Sultan Agung, Jakarta Pusat.
DI toko cokelat Huize van Wely yang menyatu dengan restoran kecil, untuk mempertahankan agar cokelat yang diterbangkan langsung dari Belanda tidak merosot kualitasnya disediakan lemari pajang yang menjaga suhu tetap stabil pada 18 derajat Celsius. Itu suhu yang paling optimum karena cokelat di toko ini dibuat segera meleleh ketika dikulum.
"Standar cokelat kami sama seperti di Belanda. Di sini kami cuma memajang cokelat buatan tangan itu di toko ini yang interiornya juga ditata seperti toko di Belanda," papar Rizal Adhita, kepala pemasaran toko cokelat di Kemang itu.
Sebagai bagian gaya hidup, kemasan menjadi sangat penting sebagai pembentuk citra. Karena itu, selain interior toko Huize van Wely membuat kemasan yang eksklusif. Kotak untuk pralin, misalnya, tidak hanya terbuat dari kertas. Bila pembeli ingin sesuatu yang lebih eksklusif, tersedia pralin di dalam kotak kayu berpernis berisi 13 potong cokelat dengan harga Rp 800.000.
Menurut Rizal, kemasan sangat penting dalam bisnis cokelat. Kemasan yang sangat eksklusif langsung memberikan lompatan nilai tambah meskipun cokelatnya sama. Hal ini disebabkan sebagian pelanggan yang umumnya terdiri dari warga asing membeli cokelat untuk hadiah.
"Pelanggan kulit putih biasanya lebih suka dark chocolate," tutur Rizal lagi. Cokelat jenis ini rasanya lebih pahit karena tidak menggunakan campuran susu dan hanya sedikit mengandung gula. Sementara itu, pembeli lokal biasanya lebih suka cokelat yang rasanya cenderung manis.
Perbedaan rasa cokelat maupun isinya yang telah mengalami pencanggihan ini menyebabkan jenis cokelat sangat beragam. Orang awam mungkin tidak terbiasa membedakan berdasarkan tekstur, bau, warna, dan bahkan bunyi cokelat saat dipatahkan. Tetapi, menurut Francis Mestre, pemilik toko cokelat L’atelier du Chocolat, sifat-sifat itu membedakan antara cokelat berkualitas baik dan tidak. Satu hal lagi tentu saja, bagaimana cokelat itu terasa meleleh ketika di mulut. "Seluruh rasanya berpadu mencair dengan lembut di lidah dan rongga mulut tanpa menempel di langit-langit mulut. Tidak terlalu manis, seimbang rasanya," kata Mestre menggambarkan kualitas cokelat.
Sebelum membuka tokonya tahun 1998 lalu, Mestre melakukan penelitian kecil-kecilan tentang kualitas cokelat yang dijual di toko swalayan. Kata laki-laki yang mengaku berasal dari keluarga pembuat cokelat di Paris (Perancis) dan Quebec (Kanada) ini rata-rata cokelat di toko swalayan memiliki kadar kokoa 37 persen. Mestre lalu membuat cokelat dengan kadar kakao 50-70 persen. Hasilnya adalah cokelat pahit yang tanpa campuran susu, cokelat dengan campuran susu, dan cokelat putih yang terbuat dari lemak cokelat saja.
Meskipun Mestre membuat cokelatnya di sini, hampir semua bahan baku diimpor dari Perancis. "Tadinya jahe saya ambil produk lokal. Tetapi, karena kualitasnya kurang bagus, agak kotor, saya ganti dengan jahe impor. Bahan cokelat yang tersedia di Indonesia juga terlalu lembek," kata Mestre memberi alasan.
Meskipun penggemar cokelat terus bertambah di sini, tetapi menurut Mestre mereka belum menjadi kelompok yang cukup berpengaruh untuk bisa menghasilkan sebuah tren rasa. Kebanyakan pembeli cokelat di sini masih berhitung soal harga dan belum memperhatikan perbedaan rasa.
Keadaan ini berbeda dari di Perancis dan Eropa umumnya di mana tradisi mengonsumsi cokelat sudah ada sejak abad ke-17. Saat ini, di Eropa yang sedang digemari adalah cokelat yang menggunakan penyedap alami seperti daun mint dan herbal alami. "Sekarang yang sedang melanda Eropa adalah cokelat dengan aroma rasa bunga," tutur Mestre yang sempat belajar membuat kue selama satu tahun di Lenôtre, Perancis. Barangkali, aroma bunga itu untuk menambah rasa nyaman yang merupakan sifat alami kandungan teobromin dalam kakao, karena situasi ekonomi yang sedang suram.
KAKAO boleh asal-usulnya datang dari Amerika Selatan, tetapi ketika menjadi cokelat maka Eropa dan Amerika Serikat adalah produsennya. Siapa yang tidak kenal cokelat Hershey’s dan Marsh yang diproduksi massal di Amerika dan diekspor ke berbagai penjuru dunia. Sementara itu, dari Eropa, negara Swiss dan Belgia dikenal sebagai penghasil cokelat meskipun mereka tidak punya pohon kakao.
Bila ditelusur balik, suku Aztec dan Maya di Amerika Selatan adalah orang-orang yang telah lebih dulu memanfaatkan kakao jauh sebelum Colombus menginjakkan kaki ke benua baru itu. Rahasia minuman dari tumbuhan pemberian dewa-begitu orang Aztec di Meksiko menyebut-terbuka ke dunia luar ketika penguasa Aztec, Montezuma, menjamu tamu dari Spanyol Hernán Cortéz tahun 1519. Setelah Cortez membawa kakao ke Spanyol, selama 100 tahun minuman yang dibuat dari kakao dan diberi aroma vanili dan kayu manis itu menjadi rahasia sebelum diperkenalkan ke Perancis.
Sekarang, sumber kakao utama dunia menurut Departemen Pertanian (Deptan) Indonesia bukan lagi dari Amerika Selatan, melainkan Pantai Gading dan Ghana di Afrika, serta Indonesia. Sialnya, negara-negara ini tidak pernah dikenal sebagai penghasil cokelat melainkan penghasil kakao saja.
"Kakao yang dihasilkan Indonesia dan negara-negara lain dibawa ke Eropa lalu diproses dijadikan cokelat, dan diekspor lagi ke Indonesia. Ini sebuah ironi untuk Indonesia. Oleh karena itu, kami ingin mempromosikan Indonesia bukan saja sebagai penghasil biji kakao, tetapi juga sebagai penghasil cokelat berkualitas," tutur Dieter Speer.
Salah satu usaha memperkenalkan Indonesia sebagai penghasil cokelat adalah dengan mengadakan pameran Jakarta Chocolate Expo yang diadakan tiap dua tahun sekali. Tahun ini yang merupakan penyelenggaraan kedua, pameran diadakan di Gedung Bidakara, Jakarta, pada tanggal 9-11 Oktober. "Tujuan kami mempelihatkan kepada dunia internasional Indonesia juga bisa menjadi penghasil cokelat," kata Tanuhadi. Tulip mengajak para pengguna cokelat industri ikut berpameran dengan sasaran bakeri, toko cokelat, dan hotel yang merupakan pemakai cokelat industri. Perancang busana Samuel Wattimena diminta memeragakan baju yang terbuat dari cokelat. "Supaya orang juga tahu bahwa cokelat itu beragam sekali pemanfaatannya," tutur Samuel.
Menurut Tanuhadi, cokelat Indonesia selalu dipakai sebagai bahan campuran karena memiliki rasa pahit yang khas. "Yang memiliki rasa pahit khas itu memang jenis criollo yang ditanam di Jawa. Jadi, criollo Jawa ini selalu dipakai di dalam campuran beragam bahan baku cokelat," jelas Tanuhadi. Jadi, ibarat pepatah sapi punya nama kerbau punya susu, untuk kakao Indonesia boleh punya kakao, tetapi yang punya nama Swiss atau Belgia.
Sayangnya, jenis criollo yang merupakan jenis cokelat mulia itu penanamannya di Indonesia terbatas hanya di Jawa Tengah dan Jawa Timur karena sejarah perkebunan besar di Indonesia. Di luar Jawa, kakao yang ditanam menurut Ir Purusowarso yang merupakan kepala subdirektorat di Direktorat Jenderal Perkebunan Deptan adalah jenis lindak atau forestero dan ditanam petani yang mendapat bibitnya dari Kalimantan Utara. Yang jelas, kakao asal Indonesia sebagian besar diekspor ke Amerika dan Eropa, baik sebagai bahan baku industri makanan, industri kimia, dan industri kosmetik.
Nilai tukar rupiah yang merosot sejak tahun 1997 ikut memberi andil terhadap perubahan gaya hidup. Tetapi, mereka yang sudah pernah merasakan cokelat tentu tetap mau merogoh kocek untuk membeli camilan kesukaan mereka itu, entah untuk dinikmati sendiri atau dimakan bersama pacar. Ini pula yang menaikkan penjualan cokelat industri Tulip sampai 30 persen selama tiga tahun terakhir dan membuat toko-toko cokelat yang menggunakan bahan baku lokal bisa diterima pembeli.
"Hampir semua hotel di Jakarta menjadi pembeli kami sekarang, juga bakeri dan toko cokelat," jelas Tanuhadi. "Bahan baku cokelat boleh sama, tetapi tukang masak di tiap toko akan membuat rasa cokelat berbeda-beda. Pintar-pintarnya tukang masaklah mengolah rasa."
Jadi, kalau Anda mengambil sepotong pralin dari satu kotak cokelat, tidak perlu khawatir rasa apa yang akan Anda dapatkan. Nikmati saja ketika cokelat itu meleleh di mulut sambil membayangkan ada bagian dari cokelat itu yang asal-usulnya dari Jawa.
Sumber: Minggu, 21 September 2003

0 comments:

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP